Translate

Saturday, December 22, 2012

PASKIBRA CANTIK






PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESI.A
NOMOR 76 TAHUN 2OO7
TENTANG
PERUBAJ{AN KELIMA ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANGP ENYELENGGARAANP ROGMM
JAMINAN SOSIAL TENAGA KEzuA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
DENGAN MHMAT TUIIAN YANG MAI{A ESA
PRESIDENR EPUBLIKI NDONESIA,
bahwa besarnya santunan cacat tot€l dan cacat sebagia-n
ka.rena trila:rgnya kemampuan kerja fisik, penggantian
biaya pengobat€r, perawataJr dan penga.ngkutan yarg
diberikan kepada pekerja/buruh serta sal]tuna]l
kematian karena keceLakaan kerja, sal1turlal1 kematian
bukar karena kecelakaan kelja, dan biaya pemelraman
yang diberikan kepada keluarganya, tidak sesuai lagi
dengan kondisi saat iri;
baiwa dalam r€ngka meningkatl<an pelayanan bagi
pekerja/buruh yang drengala:ni cacat karefla kecelakaan
kerja perlu dils.kulan pelayalan rehabilitasi medik
urtuk dapat mengembalikEn fungsi tubuh yang
mengalaoi kecacatan;
bahwa berdasarkan pertimbangaa sebagaimala
dima.ksud pada huruf a dBn huruf b, Pcrlu menetapkal
Peratura-n Pemedntah tentang Perubahaa Kelima Atas
Peraturan Pemerintah Nooor 14 Tahun 1993 tentalg
Penyelenggaraai Program Jaminar Sosial Tenaga Kerja;
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
lndonesia Ta-hun 1945;
Undeng-Unda:rg Nostor 3 Tahla 1992 tentarg Jalni]Ian
Sosial Tcnaga Kcia {Lembatan Negera RePublik
Indonesia Tqnun 1992 NolDor 14, Talnbajlalt LembaJa!
Nega-raR epublikI ndonesiaN omor 3468);
Menimbang :
Mengingat
b.
: 1.
2.
3. Perahrlan .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
3, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tallulr 1993 tentals
PenyelenggaraaPnr ogramJ aminan SosialT enagaK eda
{Lerobarar Negara Republik Indonesia Tahun 1993
Nomor 20, ?ambahen LembeJsn Negara Republik
Indonesia Nomor 3520), sebagaimara diubai teral<hir
dengan Peraturan Pemeiinta.h Nomoi 64 Tahun 2005
. (Lembaran Negara Republik Indonesia Taiun 2005
Nomor 147, Tamballarl Lembaran Nega-ra Republik
lndonesia NoEoo4r 5821:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLtsAHAN
KELIMA ATAS PERATURAN PEMERINIAII NOMOR 14
TAHUN 1993 TENTANG PENfELENGGARAAN PROGRAM
JAMINAN SOSIAL TENAGA XERJA.
Fasal I
Beberapa ketentuan dala.DxP eraturan Pemerintah Nomor 14
Tahu.l 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jarsinan
Sosial Tenaga Ketja (Lembaia.lr Negara Republik Indonesia
Tahun 1993 Nomor 20, Tambal1all Lemba.ran Negaia
Republik Indonesia Noroor 3520) yang teiah beberapa kali
diubah denga! PeratulaD Pemeriotah:
a. Nooor 79 Tahun 1998 (Lembarar Negala Republit
Indonesia Tahun 1998 Nomor 184, Ta-Erbahart Lemba-ra!
Nega.ra Republik llrdonesia Nooor 3792);
b. NoEor 83 Ta]run 2000. (Lembara! Negara RePubLik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 164, Tambalan L€mbam!
Negsra Republik lndonesia Notlor +o03)j
c, Nomor 28 Talun 2002 (Lembaran Negara Republik
Indooesia Tahua 2002 NoEor 53, Tambahan Lembaran
Nega.ra Repubfk Indonesia Nomor 4023);
d, Nomor 64 Talun 2005 (Lembaran Nega-ra Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 147, Tambahan Lembaran
Negara Repubiik lndonesia Nooor 4582);
diubai sebagai berikut:
1. Ketentuart Pasal 22 ayat (1) diubal, sehingga
keseluruhan Pasa.l 22 berbunyi sebagai berikut:
PassJ 22 .
2.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-o-
?asal 22
(1) JElnina-n kematisn dibayar sekaligus kepada jarlda
ataud udaa taua llakyt sngm eliputi:
a. sa-Dtuian kcmatian sebcsar Rp10.000.00o,-
(sepuluh juta rupien);
b, sallturlar berkaia sebesar Rp200.000,- (dua
.atus ribu rupiah) per buler diberikan selama
24 {dua puiuh empat) bulan; dan
c. biaya pemal<arnans ebesalR p2.000.000,-{ dua
juta rupiah) .
(2) Dala$ hal janda atau duda atau allaL tidak ada,
ma.ka jallinar kematia! dibayar sekeligus kepada
ketuiullall seda.la-h yang ada dari teoaga kerja,
menu.rut garis lurus kebawa-h dan garis lurus ke
atas dihitung sampai der4at kedua.
(3) Dala.!! hs-l tenaga kerja tidal mempunyai
ketuiunan sedarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), mata jaoinan kematia:r dibaya-rkan
sekaligus kepada piha.k yang ditunjuk oleh tenaga
kerja dalam wasiatlya-
{4) Dalarn hal tidak ada wasiat, biaya pemakaroan
dibayarkan kepada pengusaha atau pihak lain
guna pengurusar pema1<alna]1.
(5) Dafajn hal magang atau muiid, dan mereka yang
memborong pekeqaan, serta narapidala meninggal
dunia bukar karena akibat kecela}aan keia,
ri1€l<ak cluarga yarg ditinggalkan tidak belhak atas
jaminan kematian.
Ketentuan pada l,ampiran II Rornawi I huruf A angka 2
dan angka 3 serta huiuJ B, huruf C da-n huruf E dall
Romawi I diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
I"{MPIMN II , , .
I .
LAMPIMN II
BESARMA JAMiNAN KECE!,AKAAN KERJA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
A. Santunar!,
1 . Se.ntullelt Semcntere
2.
3.
Tida]c Matnpu
Bekerja {STMB) 4 bulal pertama 100% x
upah sebulan, 4 bulan kedua 75Vo x .dpah
sebdan da! bula! seteru$rya 50% x upah
sebula!.
Santunen cacat:
a. santunan cacat sebagiar untuk
selarDa-lamanya dibayarka' secara
sekaligus (luzpszn) denga:r besarnya
% sesuai tabel x 80 bulan upah.
b. saDtunaq cacat total unfut selaraa_
Iananya dibayarkan secaJa seka-ligus
(funpsurd dan secara berkala dengan
besamya santunan adalah:
b.1, santuna! sekaligus sebesar 70%o
x 80 bulat uPai;
b.2. salrturran berka-la sebesa!
Rp200.000,- (dua latus ribu
rupiah) per bulal sela-dra 24
(dua puluh emPat) bular.
c. Santunon cacat kekuranga! fungsi
dibayar-kan secara sekeligus {lumpsum)
dengan beserrya santunan ads.lah:
o/o berku-rsngnya fungsi x o% sesuaj
tabel x 80 bular uPah.
Safltr..malt kerlatia! dibayarkell secara
sekaligus (funpsum) dan secara be.ka-la
dengaa besamya santu.na:r adalai:
a. santuna-n sekaligus sebesar 60% x 80
bulan upa!, sekurang-kurangnya
sebesar saIrtultan kematiall.
b. sanflrrtall berkala
Rp200.000,- {dua ratus
pe! bulan selalna 24
c. Biaya pemal<a$atl sebesar
Rp2,000.000,- (dua juta ruPiah)
sebesar
dbu rupia}I)
(dua puluh
B.Pengobatan..,
WPRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
Peogobata! dsll perawatan sesuai dengan
biaya yang dikeluark€n untuk:
1. dokter;
2. obat;
3. operasi;
4. rontgen, la.boratorium;
5. peran'atan Puskesmas, Rumai Sakit Umunr
Pemerintah Kelas I atau Swasta yang setara;
6. ggt;
7. mata; dan/atau
8. jasa tabib/ sinshe/tradisional yang telai
mendapat ljin resmi daii instansi yang
berwenang.
Seluruh biaya yaIlg dikeluarka-n unh:t
pedstiwa kecelakaal tersebut pada 8.1. sarDpai
denga:rB .8. dibayar m€J<sir:oumRp 12.000.000,-
(dua belas juta rupia}l) .
Biaya rehabilitasi hsrga berupa penggantian
pembeliEn alat bantu (orthose) dan/atau alat
pengganti (p.othese) diberikan satu kali untuk
setiap kasus dengan patokan haJga yalrg
ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumai Sakit
Uoum Pemerintah dan dita$bah 40 % (empat
puluh persen) dari haJga tersebut seita biaya
rehabilitasi medik malsimum sebesar
Rp2.000.000,- {dua juta rupiah).
Penyakit yalrg timbul katena huburgan kerja.
Besarnya santlma'! dan biaya
pengobat8J]/biaya perawatan sama dengan
huluf A dan huluf B,
D.
E. Ongkos pengangkutan tenaga kerja da.ii teloPat
kejadiar kecelakaan ke rumah salit diberikan
penggantian biaya seb.gei berikut :
1, Bilama:ra hartya menggunakan jasa
argkutan darat/sungai/darau mal<sitnua
sebesarR p400.000,(-e mpatr atus dbu
rupiah).
2, Bilamana .
2.
PRESIDEN
REPUBLIK
'NDONESIA
Bilamana hanya menggunakar jasa
angkuta! laut mal<sima.l sebesar
Rp750.000,(-t ujuh ratus lima puluh ribu
rupial-t).
3. Bilamana hanya mengguna.kan jasa
angkut€l! udara haksiDMl sebesar
Rp1.500.000,- (sahr juta lima ratus ribu
ruoiah),
I], TABEL PERSENTASE SANTUNAN TUNJANGAN CACAT TETAP
SEBAGIAN DAN cAcAT-cAcAT LAJNI,IyA.
: :'9lox UPAI{
40
35
35
30
32
28
70
25
70
35
40
20
15
12
9
7
4
3
4,5
2
rraicialf,r r n.i-rr.:dFia ri qr
. LLpennsgranr kkaannaann ddaarrii sseonnddii bbaahhDu kkee bbrawwah
. Lengan kiri dari sendi ba-hu ke bawah
. Lengan kanal! daii atau dad atas siku ke
bawah
. Lengan kiri dari atau daii atas siku ke bawah
. Tangan kanan dati atau dari atas pergelangal ke bawah
. Tangan kiri dati atau dari atas pergelangan ke bawah
. Kedua belah ka.ki dari pangkal pala ke bav/ah
. Sebelah kaki dari pangkal pala ke bawah
. Kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah
. Sebeial: kaki dari mata kaki ke bawair
. Kedua belal: slata
. Sebelal] mata arau diplopia pada penglihaian dekat
. Pendengaran pada kedua belah telinga
. Pendengaran pada sebeLah lelinga
. Ibu jari tangan kartan
. ruul4r L4r64t Nrr
. Telunjuk tangan kanan
. Tehinju} tangan kai
. Salah satu jati Lai!! tangan kansn
. Saiah satujari lairr talgarr kiri
. Ruas peltal:na telutJuk kanan
. Ruds pertama telunju-k kiri
. Ruas oertarna iari lai! taaean kanan
. Ruas
ffi_ru _$Sr.eg
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
''
- '{;:;.-$:
MACAMq4 CA.TIEPT sEBAGtrrix- ::;: t ...,1
Ruas perta$a jari lai! ta.ngan kiri
vox
Salah satu ibu jari kaki
Salah satu jari telunjuk kaki
Salah satu iari kal<i lairr
5
3
2
idAfri l:\,:;;!- -r
10-30
30
10
20
30
6
3
5
10
30
10
40
20
5
70
7
,i *#te#,.si{ . Terkelupasnya kulit kepala
. lmpotensl
. KaLi metuendek sebelah r
. l:urarrg dari 5 cm
. 5 cm sa$pai kura$g da-ri 7,5 cm
. 7,5 cm atau lebih
. Penurunan daya dengar kedua belah telinga setiap 10
desibel
. Penurunan daya dengal sebelal telinga setiap 10
desibel
. Kehilangan daun telilga sebelah
. Kehiiangan kedua belah daun telinga
. cacat hilallgl]ya cuping hidulg
. Perforasi sekat rongga hidung
. Kehil€ngan daya penciu4a!
. Hilarrgnya kemampuan keda phisik
. 5lo/o - 7O%
. 26% - 5O%
. loo/o - 250/o
. Hilangnya keDaepuan kerja mental tetap .
r Kehilangan sebagian fungsi pengiihaten.
Setiap kehilairgan eflsiensi tajam penglihatan 10%.
Apabila efisiensi penglihatan karEn dalt kiri berbeda,
maka efisiensi penglihatan binokuler denga! rumus
kehilangan efrsiensi penglihatar: (3 x % efisiensi
penglihatan terbaik) + % efisiensi penglihatan terburuk
. Setiap kehilangan eflsiensi taja$ penglihatan 10%
. Kehilangan penglihatan qraina
. Seriap kehilansen lapanga! paldang 100/0
Pasal II
Perah-rian Pemerintah ini mulai berla-ku pada t€nggal diuldangkatl
AgS.r
PRESIDF.N
REPUBLIK INDONESIA
d-
Agar setiap orang mengetahuilya, memerintah*ar pengunda:rgaa
Peraturan Pemerintah ini denga! pene@patalrnya dalaE LembaJan NegaJa
Ditetapkan di Jakatca
pada tanggal 10 Desember 2007
PRESIDENR EPUBUKI NDONESLA,
ttd
DR.H . SUSILOB AMBANGY UDHOYONO
Diundaogkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARANN EGARAR EPUBLIKI NDONESIAT AHUN 2OO7 NOMOR 160
Sa.linans esuaid engaaa slinya
SEKREIARIATN EGARAR I
Kepala Biro Peraturan Perundalg-undangan
Bidaaglolitili;ffi g[eJrtcraan Rakyat,
PRESIDEN
FIEPUEILIK INDONESIA
. PENJEI.ASAN
A?AS
PERATURA}I PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76 TAHUN 2OO7
.TENTANG
PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN PEMERINTAI{
NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANGP ENYELENGGARAANP ROGMM
JAMINAN SOSIAL TENAGA KEzuA
i. UMUM
Prog!€m Jaminan Sosia.l Tenaga Kerja merupakan progiam
perlindr.rngal dasar bagi tenaga kerja dan keluargalya, oleh karena itu
perlu selalu diupayakan peningkatart jaminan sesuai perkembangEn
keadaarl,
Tenaga kerja yarrg Denilrgga.l dul1ia atau dengalarDi cacat total atau
cacat sebagian mengakibatl<ar! hilangnya atau berkurangnya
penghasila:r yalg sangat berpengaiuh pada kehidupar sosial ekonoml
bagi tenaga keda danlatau keluarganya,
Sehubungar! deagar hal itu Ulrdang-Und€ng Nomor 3 Taiun 1992
tentang JahinaJr Sosial Tenaga Kerjd memberikan kepastian
perlirdungan oelalui jaminan kematian dan ja@nra! kecelalaan kela
yan€ dapat me[gakibatkE.:! cacat total atau cacat Eebagian.
Sebagaui paya meringanka-bne bant enagak erja serla keluarganya,
pcrlu peningkatan Bantunan cacat total, cacat sebagia$ karcna
kecelakaan kcrja scrta santuna! keDatia$. kiircna kccelakaa! kerja,
sanh:nan kematian buksn karena kecelalaan kerja, dan biaya
pe!oalcanan.
:
Mengilgat biaya pelayanan kesehatan dan pengalgkutar semakilr
meningkat maka perlu penyesuaiaa penggaltiaa biaya pengobatan,
perai'atan, dan pengangkut€n akibat kecelakaan kerja serta
lchabilitaei raedik dalara rangka acngeabalikaa fungsi tubuh yarg
mensalami kccacatan.
BerdasaJka! . .. .
WPRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Berdasarkan pertimbangen di atas dan ketersediaa:l dana Badan
Penyelengga-raE, rata besal-nyaj umla-h santunal cacat tota_ld an cacat
sebagian karena hila:rgnya kemampuari ke4a fisik, penggantian biaya
pengobataD, perawat€n dan pengangkutarr ya:rg diberikar kepada
pekerja/buruh serta saltunan kematian kaJena kecelakaan ke{a,
senh]nan kematial! bukei ka.ena keceLakaan keda, biaya pe,1a.ka-d1an
yang diberikar kepada keluarganya , perlu ditingkatkan sehingga
keteotuan Pasal 22 ayat (1) dan ketentuan pade la!]piran II Romawi I
huruJ A angka 2 dalr angka 3 serta huru.f B, hu.uf C dan huruf E da!
Romawi II Peratuiar Peoeiintah NolDo! 14 Tsiun 1993 tentang
Penyelenggaraan PrograE JaJ]dfl€ll Sosial Tenaga Kerja sebagaimoia
telah beberapa kali diubah temkhir dengan Peratu.rsn Pemerintal
Nomor 64 Tahuo 2005, perlu diubai denga! Peratulan Pemerintah ini.
U. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Cukup jelas.
Pasan u
c,.,t rri jeta".

PERATURAN PEMERINTAH NO. 14 TH 1993
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1993
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
BAB II
KEPESERTAAN
Bagian Pertama
Persyaratan Kepesertaan
Pasal 2
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, diperlukan adanya ketentuan yang mengatur penyelenggaraan program
jaminan sosial tenaga kerja;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2 Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan lembaran Negara Nomor 3468);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGA RAAN
PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.
1. Badan Penyelenggaraan adalah badan hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga
kerja.
2. Peserta adalah Pengusaha dan tenaga kerja yang ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
3. Upah sebulan adalah upah yang sebenarnya diterima oleh tenaga kerja selama satu bulan yang terakhir dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Jika upah dibayarkan secara harian, maka upah sebulan sama dengan upah sehari dikalikan 30 (tiga puluh);
b. Jika upah dibayarkan secara borongan atau satuan, maka upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 3 (tiga) bulan
terakhir;
c. Jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca yang upahnya didasarkan pada upah borongan, maka upah sebulan
dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.
4. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan adalah orang atau Badan yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara untuk memberikan
pelayanan kesehatan.
5. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.
(1) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini,terdiri dari :
Pasal 3
Kepesertaan tenaga kerja harian lepas, tenaga kerja borongan dan tenaga kerja kontrak dalam program jaminan sosial tenaga
kerja diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 4
Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja pengusaha wajib memberikan Jaminan
Kecelakaan Kerja kepada tenaga kerjanya sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Kedua
TATA CARA
Pendaftaran Kepesertaan
Pasal 5
Pasal 6
A. Jaminan berupa uang yang meliputi :
1. Jaminan Kecelakaan kerja;
2. Jaminan kematian;
3. Jaminan Hari Tua;
B. Jaminan berupa pelayanan, yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(2) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaumana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara.
(3) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling
sedikit Rp.1.000.000; (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial
tenaga kerja, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan
kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan pemeliharaan Kesehatan Dasar
menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara.
(5) Pengusaha dan tenaga kerja yang telah ikut program asuransi sosial tenaga kerja sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, melanjutkan kepesertaannya dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
(6) Pengusaha yang telah ikut program jaminan sosial tenaga kerja tetap menjadi peserta meskipun tidak memenuhi
lagi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(1) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) wajib mendaftarkan perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai
peserta program jaminan sosial tenaga kerja pada Badan penyelenggara dengan mengisi formulir yang disediakan oleh
Badan Penyelenggara.
(2) Pengusaha harus menyampaikan formulir jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada
Badan Penyelenggara selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya formulir dari Badan Penyelenggara.
(3) Bentuk formulir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
(1) Dalam waktu selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari sejak formulir pendaftaran dan pembayaran iuran pertama diterima,
Badan Penyelenggara menerbitkan dan menyampaikan kepada pengusaha:
a. Sertifikat kepesertaan untuk masing-masing perusahaan sebagai tanda kepesertaan perusahaan;
b. Kartu peserta untuk masing-masing tenaga kerja sebagai tanda kepesertaan dalam program jaminan sosial tenaga
kerja;
c. Kartu Pemeliharaan Kesehatan untuk masing-masing tenaga kerja bagi yang mengikuti program jaminan
pemeliharaan kesehatan.
(2) Pengusaha menyampaikan kepada masing-masing tenaga kerja kartu peserta program jaminan sosial tenaga kerja dalam
waktu paling lambat 7(tujuh) hari sejak diterima dari Badan Penyelenggara.
(3) Kartu peserta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c berlaku sampai dengan berakhirnya masa
kepesertaan tenaga kerja yang bersangkutan dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
(4) Tenaga kerja yang pindah tempat kerja dan masih menjadi peserta program jaminan sosial tenaga kerja harus
memberitahukan kepesertaannya kepada pengusaha tempat kerja yang baru dengan menunjukan kartu peserta.
(5) Bentuk sertifikat kepesertaan,kartu peserta dan kartu pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Badan Penyelenggara.
Pasal 7
Kepesertaan perusahaan dan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja berlaku sejak pendaftaran dan
pembayaran iuran pertama dilakukan oleh pengusaha.
Pasal 8
BAB III
IURAN
Bagian Pertama
Besarnya Iuran
Pasal 9
(1) Pengusaha wajib melaporkan kepada Badan Penyelenggara apabila terjadi perubahan mengenai :
a. alamat perusahaan;
b. kepemilikan perusahaan;
c. jenis atau bidang usaha;
d. jumlah tenaga kerja dan keluarganya;dan
e. besarnya upah setiap tenaga kerja.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya perubahan.
(3) Tenaga kerja peserta program jaminan sosial tenaga kerja wajib menyampaikan daftar susunan keluarga
kepada pengusaha, termasuk segala perubahannya.
(4) Dalam hal terjadi perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat : (1) huruf d,dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak
laporan diterima, Badan Penyelenggara wajib menerbitkan:
a. Kartu peserta tenaga kerja baru, kecuali tenaga kerja yang bersangkutan telah mempunyai kartu peserta;
b. Kartu pemeliharaan kesehatan yang baru.
(1) Besarnya iuran program jaminan sosial tenaga kerja adalah sebagai berikut :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja yang perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1,sebagai berikut :
Kelompok I : 0.24 % dan upah sebulan;
Kelompok II : 0,54 % dari upah sebulan;
Kelompok III : 0,89 % dari upah sebulan;
Kelompok IV : 1,27 % dari upah sebulan;
Kelompok V : 1,74% dari upah sebulan.
b. Jaminan Hari Tua,sebesar 5,70% dari upah sebulan;
c. Jaminan Kematian,sebesar 0,30 % dari upah sebulan;
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan,sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga,dan 3
% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga
(2) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh
pengusaha.
(3) Iuran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, sebesar 3,70 % ditanggung oleh pengusaha dan
sebesar 2% ditanggung oleh tenaga kerja.
(4) Dasar perhitungan iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dari upah sebulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf d,setinggi-tingginya Rp.1.000.000; (satu juta).
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran Iuran
Pasal 10
Pasal 11
BAB IV
BESAR DAN TATA CARA
PEMBAYARAN DAN PELAYANAN JAMINAN
Bagian Pertama
Jaminan Kecelakaan Kerja
Pasal 12
(1) Penyetoran iuran yang dilakukan oleh pengusaha kepada Badan Penyelenggara,dilakukan setiap bulan dan disetor secara
lunas paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya dari bulan iuran yang bersangkutan.
(2) Iuran Jaminan Hari Tua yang ditanggung tenaga kerja diperhitungkan langsung dari upah bulanan tenaga kerja yang
bersangkutan dan penyetorannya kepada Badan Penyelenggara dilakukan oleh pengusaha.
(3) Keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),dikenakan denda sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah ini dan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.
(4) Pembayaran denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),dilakukan sekaligus bersama-sama dengan penyetoran iuran
bulan berikutnya.
(5) Iuran program jaminan sosial tenaga kerja dan denda yang belum dibayar lunas merupakan piutang Badan Penyelenggara
terhadap pengusaha yang bersangkutan
(1) Badan Penyelenggara menghitung kelebihan atau kekurangan iuran program jaminan sosial tenga kerja sesuai dengan
upah tenaga kerja.
(2) Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan
Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha yang bersangkutan selambat-lambatnya 7(tujuh) hari
sejak diterimanya iuran.
(3) Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),dapat diperhitungkan dengan
pembayaran iuran bulan berikutnya.
(1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja berupa penggantian biayai yang
meliputi :
a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke Rumah Sakit dan atau kerumahnya,
termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;
b. Biaya pemeriksaan,pengobatan, dan atau perawatan selama di Rumah Sakit,termasuk rawat jalan;
c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau alat ganti (prothese) bagi tenaga kerja yang anggota
badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja.
(2)
Selain penggantian biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat(1),kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja
diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi:
a. Santunan sementara tidak mampu bekerja;
b. Santunan cacat sebagai untuk selama-lamanya;
c. Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental,dan atau
d. Santunan kematian.
(3) Besarnya jaminan kecelakaan kerja adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 13
Untuk keperluan perhitungan pembayaran Santunan Jaminan Kecelakaan kerja bagi tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja:
Pasal 14
Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan b dibayar terlebih dahulu oleh pengusaha.
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
(1) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai kecelakaan kerja atau bukan kecelakaan kerja, Menteri dapat
menetapkan dan mewajibkan pengusaha untuk memberikan Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 18
a. Magang atau murid ataunarapidana dianggap menerima upah sebesar upah sebulan tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan yang sama pada perusahaan yang bersangkutan;
b. Perorangan yang memborong pekerjaan dianggap menerima upah sebesar upah tertinggi dari tenaga kerja pelaksana yang
bekerja pada perusahaan yang memborongkan pekerjaan.
(1) Badan Penyelenggaraan berdasarkan surat keterangan dari Dokter Pemeriksa dan atau Dokter Penasehat menetapkan
dimaksud dalam pasal 12,paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan pembayaran jaminan.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dibayarkan kepada pengusaha.
(3) Santunan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan langsung kepada tenaga kerja.
(4) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia,pembayaran santunan kematian dibayarkan kepada yang berhak sesuai
urutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(1) Dalam rangka pembayaran santunan, penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara
berdasarkan surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter Penasehat.
(2) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai akibat kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.
(3) Dalam hal penetapan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat
diterima oleh Badan Penyelenggara atau pengusaha atau tenaga kerja,maka penetapan akibat kecelakaan kerja
dilakukan oleh Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian perbedaan pendapat tentang penetapan akibat kecelakaan kerja
ditetapkan oleh Menteri.
(1) Pengusaha wajib memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan.
(2) Pengusaha wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerjanya kepada Kantor Departemen
Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara setempat atau terdekat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap I, dalam waktu
tidak lebih dari 2x24 (dua kali duapuluh empat ) jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan.
(3) Pengusaha wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja tahap II dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh
empat) jam setelah ada surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter Penasahat yang menyatakan bahwa tenaga
kerja tersebut :
a. Sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;
b. Cacat sebagian untuk selama-lamanya;
c. Cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;
d. Meninggal dunia.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh
Menteri.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sekaligus merupakan pengajuan pembayaran Jaminan kecelakaan
Pasal 21
Dalam hal jumlah santunan kematian dari jaminan kecelakaan kerja lebih kecil dari Jaminan Kematian, maka yang didapatkan
keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja adalah Jaminan Kematian.
Bagian Kedua
Jaminan Kematian
Pasal 22
(1) Jaminan kematian dibayar sekaligus kepada Janda atau Duda, atau Anak, dan meliputi:
a. Santunan kematian sebesar Rp.1.000.000,-(satu juta rupiah);dan
b. Biaya pemakaman sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
(2) Dalam hal Janda atau Duda atau Anak tidak ada,maka Jaminan Kematian dibayar sekaligus kepada keturunan sedarah
yang ada dari tenaga kerja, menurut garis lurus kebawah dan garis lurus keatas dihitung sampai derajat kedua.
(3) Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai keturunan sedarah sebagaimana dimaksud dalam ayat(2), maka Jaminan
Kematian dibayarkan sekaligus kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam wasiatnya.
(4) Dalam hal tidak ada wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada pengusaha atau pihak lain guna pengurusan
pemakaman.
(5) Dalam hal magang atau murid, dan mereka yang memborong pekerjaan, serta narapidana meninggal dunia bukan karena
akibat kecelakaan kerja, maka keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas Jaminan Kematian.
Kerja kepada Badan Penyelenggara dengan melampirkan :
a. foto copy kartu peserta;
b. surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter Penasehat yang menerangkan mengenai tingkat kecacatan yang
diderita tenaga kerja;
c. kuitansi biaya pengobatan dan pengangkutan;
d. dokumen pendukung lain yang diperlukan oleh Badan Penyelenggara.
Pasal 19
Pengusaha wajib melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam setelah ada
hasil diagnosis dari Dokter Pemeriksa.
Pasal 20
(1) Selama tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja masih belum mampu bekerja, pengusaha tetap membayar upah
tenaga kerja yang bersangkutan, sampai penetapan akibat kecelakaan kerja yang dialami diterima semua pihak atau
dilakukan oleh Menteri.
(2) Badan Penyelenggara mengganti santunan sementara tidak mampu bekerja kepada pengusaha yang telah membayar
upah tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Dalam hal santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara lebih besar dari yang dibayarkan oleh pengusaha
maka selisihnya dibayarkan langsung kepada tenaga kerja.
(4) Dalam hal penggantian santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara lebih kecil dari upah yang telah
dibayarkan oleh pengusaha, maka selisihnya tidak dimintakan pengembaliannya kepada tenaga kerja.
Pasal 23
(1) Pihak yang berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengajukan pembayaran Jaminan kematian kepada
Badan Penyelenggara dengan disertai bukti-bukti:
a. Kartu Peserta;
b. Surat keterangan kematian.
(2) Berdasarkan pengajuan pembayaran jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Penyelenggra
membayarkan santunan kematian dan biaya pemakaman kepada yang berhak.
Bagian Ketiga
Jaminan hari Tua
Pasal 24
(1) Besarnya Jaminan Hari Tua adalah keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta hasil pengembangannya.
(2) Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun atau cacat total untuk selamalamanya,
dan dapat dilakukan:
a. Secara sekaligus apabila jumlah seluruh Jaminan Hari Tua yang harus dibayar kurang dari Rp.3.000.000,- atau
b. Secara berkala apabila seluruh jumlah Jaminan Hari Tua mencapai Rp.3.000.000,- atau lebih, dan dilakukan paling
lama 5 (lima) tahun.
(3) Pembayaran Jaminan Hari Tua secara berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b dilakukan atas pilihan
tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 25
(1) Dalam hal tenaga kerja meninggalkan wilayah Indonesia untuk selama-lamanya, pembayaran Jaminan Hari Tua
dilakukan sekaligus.
(2) Tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada Badan
Penyelenggara.
Pasal 26
(1) Pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sekaligus kepada Janda atau Duda dalam hal:
a. Tenaga kerja yang menerima pembayaran jaminan secara berkala meninggal dunia, sebesar sisa Jaminan Hari Tua
yang belum dibayarkan;
b. Tenaga kerja meninggal dunia.
(2) Dalam hal tidak ada Janda atau Duda maka pembayaran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan kepada Anak.
(3) Janda atau Duda atau Anak mengajukan pembayaran Jaminan hari Tua kepada badan penyelenggara.
Pasal 27
(1) Tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun tetapi masih tetap bekerja, dapat memiluh untuk menerima pembayaran
jaminan hari tuanya pada saat berusia 55 tahun atau pada saat tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja.
Pasal 28
Tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun dan tidak bekerja lagi mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada
Badan Penyelenggara.
Pasal 29
Tenaga kerja yang cacat total tetap untuk selama-lamanya sebelum mencapai usia 55 tahun berhak mengajukan pembayaran
Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.
Pasal 30
Badan Penyelenggara menetapkan besarnya Jaminan Hari Tua paling lambat 30 hari sebelum tenaga kerja mencapai usia 55
tahun dan memberitahukan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 31
Berdasarkan pengajuan pembayaran sebagimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (3), Pasal 27 ayat (3), Pasal
28 dan Pasal 29 Badan Penyelenggara membayarkan secara sekaligus atau berkala sesuai dengan ketentuan pasal 24.
Pasal 32
(1) Dalam hal tenaga kerja berhenti bekerja dari perusahaan sebelum mencapai usia 55 tahun dan mempunyai masa
kepesertaan serendah-rendahnya 5 tahun dapat menerima Jaminan Hari Tua secara sekaligus.
(2) Pembayaran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan setelah melewati masa tunggu 6 bulan
terhitung sejak saat tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja.
(3) Dalam hal tenaga kerja dalam masa tunggu sebagaimana diamksud dalam ayat (2) bekerja kembali, jumlah Jaminan Hari
Tua yang menjadi haknya diperhitungkan dengan Jaminan Hari Tua berikutnya.
Bagian Keempat
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pasal 33
(1) Jaminan Pemeliharaan Kesehatah diberikan kepada tenaga kerja atau suami atau istri yang sah dan anak sebanyakbanyaknya
3 orang dari tenaga kerja.
(2) Tenaga kerja atau suami atau istri dan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak atas pemeliharaan kesehatan
yang sekurang-kurangnya sama dengan Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar yang diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara.
Pasal 34
(1) Jaminan Pemeliharaan kesehatan diselenggarakan secara terstruktur, terpadu dan
berkesinambungan.
(2) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan
peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemulihan kesehatan.
(2) Dalam hal tenaga kerja memilih untuk tidak menerima pembayaran Jaminan Hari Tua pada usia 55 tahun, maka
pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja.
(3) Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat(2), mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada
Badan Penyelenggara.
Pasal 35
(1) Badan penyelenggara menyelenggarakan Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar, yang meliputi pelayanan:
a. rawat jalan tingkat pertama;
b. rawat jalan tingkat lanjutan;
c. rawat inap;
d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
e. penunjang diagnostik;
f. pelayanan khusus;
g. gawat darurat;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri
setelah berkonsultasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
Pasal 36
Dalam menyelenggarakan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar, Badan Penyelenggara wajib:
a. memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada setiap peserta; dan
b. memberikan keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan.
Pasal 37
(1) Pelaksanaan pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), dilakukan oleh Pelaksana
Pelayanan Kesehatan berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara.
(2) Badan Penyelenggara melakukan pembayaran kepada Pelaksana Pelayanan Kesehatan secara praupaya dengan sistim
kapitasi.
(3) Pemberian pelayanan oleh Pelaksana Pelayaran Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sesuai
dengan kebutuhan medis yang nyata dan standar pelayanan medis yang berlaku dengan tetap memperhatikan mutu
pelayanan.
Pasal 38
(1) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak dapat memilih Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk oleh
Badan Penyelenggara.
(2) Dalam hal tertentu yang ditetapkan oleh Menteri,tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak dapat memperoleh
pelayanan pemeliharaan kesehatan diluar Pelaksana Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Untuk memperoleh pelayanan pelayanan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tenaga kerja
atau suami atau isteri atau anak harus menunjukan kartu pemeliharaan kesehatan.
Pasal 39
(1) Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama harus memberikan pelayanan sesuai standar pelayanan rawat jalan
tingkat pertama.
(2) Dalam hal diperlukan pemeriksaan tingkat lanjutan bagi tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak, Pelaksana
pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama harus memberikan surat rujukan kepada Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat
Lanjutan yang ditunjuk.
Pasal 40
Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama atau Tingkat Lanjutan memberikan surat rujukan dalam hal tenaga kerja atau
suami atau anak memerlukan pelayanan penunjang diagnostik atau rawat inap.
Pasal 41
Pasal 44
Pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) huruf f hanya diberikan kepada tenaga kerja, berupa:
a. kacamata, dengan mengajukan permintaan kepada Optik yang ditunjuk dan menunjukan resep kacamata dari dokter
spesialis mata yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan;
b. prothese mata, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit atau perusahaan alat-alat kesehatan yang ditunjuk
dan menunjukan surat pengantar dari dokter spesialis mata serta kartu pemeliharaan kesehatan;
c. prothese gigi, dengan mengajukan permintaan kepada Balai Pengobatan gigi yang telah ditunjuk dan menunjukkan resep
dari dokter spesialis gigi yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan;
d. alat bantu dengar, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit atau perusahaan alat-alat kesehatan yang ditunjuk
dan menunjukan surat pengantar dari dokterspesialis THT yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehtan;
e. prothese anggota gerak, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit Rehabilitasi atau perusahaan alat-alat
kesehatan yang ditunjuk dan menunjukan surat pengantar dari dokter spesialis yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan
kesehatan.
Pasal 45
Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang memerlukan pelayanan rawat inap melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh
Menteri, maka selisih biayanya menjadi tanggung jawab tenaga kerja yang bersangkutan.
(1) Tenaga Kerja, suami atau isteri atau anak yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh
pelayanan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau Rumah Sakit yang terdekat dengan menunjukan kartu
pemeliharaan kesehatan.
(2) Dalam hal pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerlukan rawat inap di Rumah Sakit,
dalam waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak mulai dirawat keluarga atau pihak lain menyerahkan surat pernyataan
dari Perusahaan kepada Rumah Sakit yang bersangkutan bahwa tenaga kerja yang bersangkutan masih bekerja.
(3) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang memerlukan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
memilih Rumah Sakit yang tidak ditunjuk, maka biayanya hanya ditanggung oleh Badan penyelenggara paling lama 7 hari
sesuai dengan standar biaya yang telah ditetapkan.
Pasal 42
(1) Tenaga kerja atau isteri tenaga kerja yang memerlukan pelayanan pemerikasaan kehamilan dan atau persalinan,
memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan dari Rumah Bersalin yang ditunjuk.
(2) Dalam hal menurut pemeriksaan akan terjadi persalinan dengan penyulit,maka tenaga kerja atau isteri tenaga kerja dapat
dirujuk ke Rumah Sakit.
Pasal 43
(1) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang mendapat resep obat, harus mengambil obat tersebut pada apotik
yang ditunjuk dengan menunjukan kartu pemeliharaan kesehatan.
(2) Apotik yang ditunjuk harus memberikan obat yang diperlukan tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan standar obat yang berlaku.
(3) Dalam hal obat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diluar standar yang berlaku maka selisih biaya obat tersebut
ditanggung sendiri oleh tenaga kerja bersangkutan.
Pasal 46
(1) Dalam menjaga mutu pelayanan, Badan Penyelenggara melakukan pemantauan pemberian pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan dengan mengutamakan kepentingan peserta.
(2) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dapat melakukan pemantauan pemberian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
Pelaksana Pelayanan kesehatan.
BAB V
SANKSI
Pasal 47
Tanpa mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka:
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 48
Tenaga kerja yang telah menjadi peserta Program Asuransi Tenaga Kerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun
1977, tabungan hari tuanya, diperhitungkan dan dilanjutkan sebagai Jaminan Hari Tua berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 49
Pasal 51
Hak peserta program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, tidak dapat dipindah
tangankan, digadaikan, atau disita sebagai pelaksanaan putusan Pengadilan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
Sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah ini diselenggrakan oleh
Perusahaan Perseroan Asuransi Sosial Tenaga Kerja.
a. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimna dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 4, Pasal 5 ayat (1),
Pasal 6 ayat(2), Pasal 8 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 19 serta Pasal 20 ayat (1), dan telah
diberikan peringatan tetapi tetap tidak melaksanakan kewajibannya dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin
usaha.
b. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) dikenakan denda sebesar
2% untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar.
c. Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 3
tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dikenakan ganti rugi sebesar 1% dari jumlah jaminan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, untuk setiap hari keterlambatan dan dibayarkan kepada tenaga kerja yang
bersangkutan.
(1) Dalam hal tenaga kerja telah mencapai usia 55 tahun tetapi tetap bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(2), maka kepesertaannya dalam program jaminan sosial tenaga kerja tetap dilanjutkan.
(2) Pengusaha tetap membayar segala kewajiban yang berhubungan dengan kepesertaan tenaga kerja dalam program
jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 50
(1) Tenaga kerja yang berdasarkan keterangan dokter yang ditunjuk dinyatakan menderita penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, berhak memperoleh Jaminan Kecelakaan kerja meskipun hubungan kerja telah berakhir.
(2) Hak atas Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan apabila penyakit tersebut timbul
dalam jangka waktu paling lama 3 tahun terhitung sejak hubungan kerja berakhir.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1977 tentang
Asuransi Sosial Tenaga Kerja dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti dengan yang
baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 54
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Peraturan Kecelakaan Tahun 1947 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga
Kerja dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 55
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Pebruari 1993
PERSIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Pebruari 1993
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1993 NOMOR 20
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1933
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
I. UMUM
Pembangunan nasional yang terus berlangsung selama ini telah memperluas kesempatan kerja dan memberikan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi tenaga kerja dan keluarganya.Namun kemampuan bekerja dan penghasilan tersebut
dapat berkurang atau hilang karena berbagai resiko yang dialami tenaga kerja, yaitu kecelakaan, cacat, sakit, hari tua, dan
meninggal dunia. Oleh karenannya untuk menanggulangi risiko-risiko tersebut, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja mengatur pemberian jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua
dan jaminan kematian.
Jaminan sosial tenaga kerja yang menanggulangi risiko-risiko kerja sekaligus akan menciptakan ketenangan kerja yang pada
gilirannya akan membantu meningkatkan produktivitas kerja. Ketenangan kerja dapat tercipta karena jaminan sosial tenaga kerja
mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam menghadapi berbagai risiko sosial ekonomi tersebut. Selain itu, jaminan
sosial tenga kerja yang diselenggarakan dengan metode pendanaan akan memupuk dana yang akan menunjang pembiayaan
pembangunan nasional.
Agar kepersertaan dapat merata dan kemanfaatannya dinikmati secara luas, maka kepesertaan pengusaha dan tenaga kerja
dalam jaminan sosial tenaga kerja bersifat wajib. Namun karena luasnya kepesertaan tersebut,maka pelaksanaannya dilakukan
secara bertahap sesuai kemampuan teknis, administratif dan operasional baik dari Badan Penyelenggara maupun pengusaha dan
tenaga kerja sendiri.
Pembiayaan jaminan sosial tenaga kerja ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja sesuai dengan jumlah yang tidak
memberatkan beban keungan kedua belah pihak.Pembiayaan Jaminan Kecelakaan Kerja ditanggung sepenuhnya oleh
pengusaha, karena kecelakaan dan penyakit yang timbul dalam hubungan kerja merupakan tanggung jawab penuh dari pemberi
kerja. Pembiayaan Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan juga menjadi tanggung jawab pengusaha yang
harus bertanggung jawab atas kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Sedangkan pembiayaan Jaminan Hari Tua
ditanggung bersama oleh pengusaha dan tenaga kerja karena merupakan penghargaan dari pengusaha kepada tenaga kerjanya
yang telah bertahun-tahun bekerja di perusahaan dan sekaligus merupakan tanggung jawab tenaga kerja untuk hari tuanya
sendiri.
Kemanfaatan jaminan sosial tenaga kerja pada hakekatnya bersifat dasar untuk menjaga harkat dan martabat tenaga kerja.
Dengan kemanfaatan dasar tersebut, pembiayaannya dapat ditekan seminimal mungkin sehingga dapat dijangkau oleh setiap
pengusaha dan tenaga kerjanya. Pengusaha dan tenaga kerja yang memiliki kemampuan keuangan yang lebih besar dapat
meningkatkan kemanfaatan dasar tersebut melalui berbagai cara lainnya.
Agar kepesertaan wajib dari jaminan sosial tenaga kerja dipatuhi oleh segenap pengusaha dan tenaga kerja, maka Undangundang
Nomor 3 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah ini memberikan sanksi yang tujuannya untuk mendidik yang
bersangkutan dalam memenuhi kewajibannya. Sanksi tersebut merupakan upaya terakhir, setelah upaya-upaya lain dilakukan,
dalam rangka menegakan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Untuk menjamin pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja sesuai maksud dan tujuannya, maka penyelenggaraannya
dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perusahaan Perseroan dengan mengutamakan pelayanan kepada
peserta.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Yang dimaksud dengan Badan Hukum adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ayat (4)
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 3
Mengingat sifat kepesertaan tenaga kerja harian lepas,borongan dan kontrak mempunyai karakteristik tersendiri,
maka penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerjanya perlu diatur dalam Peraturan menteri yang memuat hal-hal
antara lain:
1. Persyaratan Kepesertaan;
2. Jenis program;
3. Besarnya iuran;
4. Besarnya jaminan;
5. Tata cara pelaksanaan.
Pada dasarnya setiap tenaga kerja berhak mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan
Penyelenggara. namun mengingat kemampuan masyarakat pada umumnya dan perusahaan pada khususnya dalam
membiayai program dan administrasi, maka perusahaan yang wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja
kepada Badan Penyelenggara adalah perusahaan yang mempekerjakan 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau
membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000,-(satu juta rupiah). Namun demikian bagi perusahaan yang belum wajib
mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan Penyelenggara, dapat mengikuti program jaminan
sosial tenga kerja kepada Badan Penyelenggara atas kemauan sendiri sukarela.
Mengingat sifat penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini adalah
pelayanan kesehatan paket dasar, maka bagi pengusaha yang telah memberikan jaminan kesehatan yang lebih baik
pada saat ini tidak diperlukan lagi mengikuti program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara. Dengan demikian pengusaha tidak boleh mengurangi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang
telah diberikan kepada tenaga kerja.
Ayat (5)
Peserta Asuransi Sosial Tenaga Kerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun1977 tentang Asuransi
Sosial Tenaga Kerja yang telah menjadi peserta Asuransi Sosial Tenaga Kerja pada Badan Penyelenggara tetap
menjadi peserta program jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Formulir dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai:
1. Data perusahaan;
2. Daftar tenaga kerja dan keluarganya;
3. Daftar upah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dengan pindahnya tenaga kerja dari perusahaan yang satu ke perusahaan yang lain, tidak berarti kepesertaannya pada
program jaminan sosial tenaga kerja terputus. Pemberitahuan pindah tempat kerja kepada Badan penyelenggara dimaksudkan
agar tidak terjadi penerbitan dua kartu peserta atau lebih untuk satu tenaga kerja.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jangka waktu paling lambat 7 hari tersebut dimaksudkan untuk melindungi hak tenaga kerja atas jaminan sosial atau tidak
langsung akan mempengaruhi manfaat yang akan diperoleh tenaga kerja.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
cukup jelas.
Huruf b
cukup jelas
Huruf c
cukup jelas
Huruf d
Pembedaan besar iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga dan yang
belum berkeluarga dimaksudkan agar ada keseimbangan antara kewajiban pengusaha dan pelayanan yang diberikan kepada
tenaga kerja itu sendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Besarnya denda sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan BAB V.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Upah tenaga kerja yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan daftar upah yang disampaikan oleh
pengusaha kepada Badan Penyelenggara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghitung besarnya pembayaran santunan Jaminan Kecelakaan Kerja, karena tenaga
kerja sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini
tidak menerima upah seperti tenaga kerja tetap.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b.
Yang dimaksud dengan tenaga kerja pelaksana,adalah tenaga kerja non manager.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Jangka waktu 1 bulan dihitung sejak dipenuhi syarat-syarat teknis dan administrasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penunjukan Pasal 22 dalam ketentuan ini, dimaksudkan hanya dalam rangka penerapan urutan pihak yang berhak
menerima santunan kematiaan dalam hal tenaga kerja meninggal dunia akibat kecelakaan kerja.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Dokter Pemeriksa adalah dokter perusahaan atau dokter yang
ditunjuk oleh perusahaan atau dokter pemerintah yang memeriksa dan merawat tenaga
kerja.Yang dimaksud Dokter Penasehat adalah dokter yang ditunjuk oleh Menteri
Kesehatan atas usul Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Dalam rangka meningkatkan perlindungan tenaga kerja,apabila tenaga kerja mengalami kecelakaan tetapi sulit dibuktikan
apakah kecelakaan tersebut akibat kecelakaan kerja atau bukan,maka Menteri dapat menetapkan bahwa Jaminan Kecelakaan
kerja ditanggung oleh pengusaha.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 19
Yang dimaksud dengan penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja.
Pasal 20
Ayat (1)
Ketentuan ini dimasudkan untuk tetap menjamin kelangsungan penghasilan tenaga kerja yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini menegaskan bahwa pembayaran Jaminan Hari Tua secara sekaligus atau berkala,sepenuhnya merupakan
pilihan tenaga kerja yang bersangkutan dan bukan ditetapkan oleh Badan Penyelenggara.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Ketentuan ini mencakup tenag kerja yang meninggal dunia meskipun belum berusia 55 tahun ataupun telah berusia 55 tahun
tetapi belum menerima Jaminan Hari Tua.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Walaupun tenaga kerja yang bersangkutan belum mencapai usia 55 tahun, namun mengingat tenaga kerja yang
bersangkutan sudah cacat total tetap sehingga tidak mungkin bekerja lagi,maka kepada tenaga kerja diberikan Jaminan Hari Tua.
Pasal 30
Ketentuan ini dimaksudkan agar Jaminan Hari Tua dapat dibayarkan kepada tenaga kerja tepat pada waktunya. Selain itu,
untuk memberikan kesempatan kepada tenaga kerja untuk memilih cara pembayaran Jaminan Hari Tua baik secara berkala
maupun sekaligus.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Berdasarkan ketentuan ini,maka tenaga kerja yang belum mencapai usia 55 tahun tetapi sudah mempunyai masa
kepesertaan sekurang-kurangnya 5 tahun, dan tidak bekerja lagi, berhak menerima Jaminan Hari Tua secara sekaligus dengan
memperhatikan masa tunggu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini.Masa kepesertaan dalam ketentuan ini,mencakup
masa kepesertaan aktif dan non aktif. Tenaga kerja mempunyai kepesertaan aktif, apabila selama masa kepesertaannya iuran
tetap dibayarkan. Sedangkan kepesertaan non aktif, apabila iuran tidak lagi dibayarkan.
Ayat (2)
Ketentuan pembayaran setelah melewati masa tunggu 6 bulan berarti Badan Penyelenggara harus sudah membayar pada
bulan ketujuh.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Pemeliharaan kesehatan secara terstruktur yaitu pelayanan yang mengikuti pola dan prinsip tertentu baik mengenai jenis
maupun proses pembiayaannya. Terpadu dan berkesinambungan berarti pelayanan bagi tenaga kerja,suami atau isteri dan
anak dijamin kelanjutannya sampai menuju suatu keadaan sehat.
Ayat (2)
Peningkatan kesehatan (prpmotif) misalnya pemberian konsultasi;pencegahan penyakit (preventif) misalnya imunisasi ;
penyembuhan penyakit (kuratif) misalnya tindakan medik ; dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) misalnya pelayanan
rehabilitasi dalam pelayanan yang diberikan secara terpadu oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan.
Pasal 35
Ayat (1)
Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar yaitu pelayanan kesehatan yang minimal diberikan oleh Badan
Penyelenggara kepada tenaga kerja,suami atau isteri dan anak. Apabila dipandang perlu, Badan Penyelenggara dapat
menyelenggarakan Paket Pemeliharaan Kesehatan Tambahan untuk tenaga kerja,suami atau isteri dan anak yang telah
mengikuti Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar. Jenis pelayanan kesehatan dalam Paket Pemeliharaan Tambahan
diberikan sesuai dengan kesepakatan antara Badan Penyelenggara dengan peserta.
Huruf a
Yang dimaksud rawat jalan tingkat pertama adalah semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang dilakukan di
Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
Huruf b
Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat lanjutan adalah semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang
merupakan rujukan (lanjutan) dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama.
Huruf c
Yang dimaksud dengan rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan Rumah Sakit di mana penderita tinggal/mondok
sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari Pelaksana Pelayanan Pelayanan Kesehatan lain. Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Rawat Inap :
1. Rumah sakit pemerintah pusat dan daerah ;
2. Rumah sakit swasta yang ditunjuk.
Huruf d
Yang dimaksud dengan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan adalah pertolongan persalinan normal, tidak
normal dan/atau gugur kandungan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan penunjang diagnostikadalah semua pemeriksaan dalam rangka menegakkan diagnosa yang
dipandang perlu oleh Pelaksana Pengobatan Lanjutan dan dilaksanakan di bagian diagnostik,rumah sakit atau di fasilitas khusus
itu, meliputi :
1. Pemeriksaan labotarium ;
2. Pemeriksaan radiologi ;
3. Pemeriksaan penunjang diagnosa lain.
Huruf f
Yang dimaksud dengan pelayanan termasuk perawatan khusus adalah pemeliharaan kesehatan yang memerlukan
perawatan khusus bagi penyakit tertentu serta pemberian alat-alat organ tubuh agar dapat berfungsi seperti semula,yang
meliputi :
1. Kacamata ;
2. Prothese gigi;
3. Alat bantu dengan
4. Prothese anggota gerak ;
5. Prothese mata.
Huruf g
Yang dimaksud dengan keadaan gawat darurat suatu keadaan yang memerlukan pemeriksaan medis segera,yang apabila
tida dilakukan akan menyebabkan hal yang fatal bagi penderita.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pihak lain,antara lain: teman sekerja,pihak perusahaan atau orang lain yang mengurusnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud persalinan dengan penyulit adalah persalinan yang memerlukan khusus yang tidak mungkin dilakukan
Rumah Sakit Bersalin,antara lain: operasi,persalinan dengan bantuan alat vacum dan pendarahan.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Selisih harga obat dibayarkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan kepada apotik dan tidak dapat dimintakan penggantian
kepada Badan Penyelenggara.
Pasal 44
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huerf e
Cukup jelas.
Pasal 45
Dalam menjaga kelangsungan Badan Penyelenggara yang harus selalu memelihara keseimbangan antara kewajiban Badan
Penyelenggara dengan hak tenaga kerja, maka perlu ada pembatasan dalam pelayanan rawat inap baik jangka waktu
maupun kelas Rumah Sakit.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup kelas.
Pasal 47
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa karena ke[esertaan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja
masih berlanjut, maka Pengusaha tetap membayar Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan, serta Jaminan Hari Tua yang menjadi kewajibannya.
Pasal 50
Ayat (1)
Mengingat penyakit yang timbul karena hubungan kerja tidak selalu dapat diketahui pada saat tenaga kerja masih terkait
dalam hubungan kerja,melainkan dapat saja baru timbul setelah hubungan kerja berakhir maka tenaga kerja yang
bersangkutan tetap harus dijamin untuk mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ketentuan ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga kerja.
Yang dimaksud dengan Perusahaan Perseroan Astek, adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 1990.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3520.
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1993
TANGGAL 27 PEBRUARI 1993
LAMPIRAN I
KELOMPOK JENIS USAHA
I 1. Penjahitan/konveksi
2. Pabrik Topi
3. Industri pakaian lainnya (payung,kulit ikat pinggang, gantungan ( celana/bretel)
4. Pembikinan layar dan krey dari tekstil
5. Pabrik keperluan rumah tangga (sprei,selimut,terpal,gorden,dan lain-lain yang ditenun)
6. Perdagangan ekspor impor
7. Perdagangan besar lainnya (agen-agen perdagangan besar,distribotor,makelar,dan lain-lain).
8. Toko-toko Koperasi Konsumsi,dan lain-lain
9. Bank dan Kantor-kantor Dagang
10. Perusahaan pertamggungan
11. Jasa Pemerintahan (organisasi tentara,polisi,Departemen-departemen)
12. Pengobatan dan kesehatan lainnya
13.Organisasi - organisasi keagamaan
14. Lembaga kesejahteraan
15.Persatuan perdagangan dan organisasi buruh
16. Balai penyelidikan yang berdiri sendiri
17. Jasa-jasa umum lainnya seperti musium,perpustakaan, kebon binatang,perkumpulan sosial.
18. Pemangkas rambut dan salon kecantikan
19. Peternakan
20. Pabrik alkohol dan spiritus
21. Pabrik minuman dan alkohol
22. Pabrik alkohol
23. Pabrik bir
24. Pabrik air soda,sari buah dan limun
25. Pabrik pemintalan
26. Pemintalan tali sepatu,perban
27. Pertenunan
28. Permadani
29. Pabrik triko (kaus,kaus kaki,dan pabrik rajut)
30. Pabrik tali temali (kabel,pukat,rami,sabut dan lain-lain)
31. Industri tekstil lainnya
32. Pabrik keperluan kaki,terkecualisepatu karet,sandal plastik,dan lain-lain termasuk pabrik barangbarang
plastik
33. Reparasi barang-barang keperluan kaki
34. Pabrik kayu gabus
35. Penggergajian kayu
36. Pabrik peti dan gentong kayu
37. Pembikinan barang-barang kayu lainnya
38. Pembikinan meubel dari rotan dan bambu
39. Pabrik meubel dan kayu dan bahan-bahan lainnya
40. Pabrik kertas koran dan karton
41. Pabrik barang-barang dari kertas dan karton
42. Perusahaan percetakan, penerbitan
43. Penyamakan kulit dan pekerjaan lanjutan
44. Pabrik barang dari kulit seperti kopor,tas dan lainnya
45.Remiling karet
46. Pabrik barang-barang dari karet (ban kendaraan luar dan dalam,mainan anak-anak,dan lain-lain)
47. Perusahaan vulkanisir
48. Asam garam
49. Pabrik gas/zat asam arang dsb
50. Industri kimia pokok lainya (celupkan warna bahan sintetis,dan lain-lain)
51. Terpentin dan damar
52. Industri minyak
53. Industri minyak kelapa sawit
54. Industri minyak dan gemuk dari tumbuh-tumbuhan
55. Minyak dan gemuk dari hewan
56. Pabrik sabun
57. Pabrik obat-obatan/farmasi
58. Pabrik wangi-wangian dan kecantikan/kosmetik
59. Pabrik barang-barang untuk mengkilap
60. Pabrik kimia lainnya(lilin gambar,obat nyamuk,DDT,dan lain-lain)
61. Cokes oven(distribusi gas)
62. Pabrik bahan bengunan dari tanah liat
63. Pabrik gelas dan barang-barang dari gelas
64.Pabrik barang-barang dari tanah liat dan poeselin
65. Pabrik semen
66. Pembakaran gamping
67. Pabrik tegel,ubin,pipa beton
68.Pabrik pengecoran besi dan pembuatan baja
69. Pabrik barang-barang dari logam (batangan besi,pipa,corong)
70. Pabrik timbangan
71. Pabrik klise dan huruf cetak
72. Pabrik galvanisir (parnikel)
73. Pabrik barang-barang logam lainnya
74. Pabrik dan reparasi mesin-mesin listrik
75. Pembikinan dan reparasi kapal dari kayu
76. Reparasi sepeda dan becak
77.Industri potret dan optik
78.Industri arloji dan lonceng
79. Perusahaan perak
80. Industri barang-barang dari logam mulia
81. Pabrik es
82. Industri-industri lain seperti
83. Perusahaan listrik/pembangkit,pemindahan dan distribusi tenaga listrik
84. Pabrik gas,gas bumi,dan distribusi untuk rumah tangga dan pabrik-pabrik
85. Industri uap untuk tenaga
86. Perusahaan air
87. Pembersihan(sampah dan kotoran)
88. Jasa pengangkutan seperti ekspedisi laut dan udara
89. Penyiaran radio
90. Rumah makan dan minuman
91. Hotel, penginapan dan ruang sewa
IV 1. Pabrik dari hasil minyak tanah
2. Pabrik barang-barang dari minyak tanah atau batu bara
3. Pabrik bata merah dan genteng
4. Pabrik dan reparasi dan mesin-mesin(bengkel motor,mobil dan mesin)
5. Pembikinan dan reparasi kapal dari baja
6. Pembikinan dan reparasi alat-alat perhubungan kereta api
7. Pabrik kendaraan bermotor dan bagian-bagiannya
8. Reparasi kendaraan bermotor
9. Pabrik dan reparasi kapal udara
10. Perusahaan kereta api
11. Perusahaan trem dan bus
12. Pengangkutan penumpang dijalan selain bus
13. Penimbunan barang/veem
V 1. Penebangan dan pemotongan kayu/panglong
2. Penangkapan ikan laut
3. Penangkapan ikan laut lainnya
4. Pengumpulan hasil laut,terkecuali ikan
5. Asam belerang
6. Pabrik pupuk
7. Pabrik kaleng
8. Perbaikan rumah,jalan-jalan,terus-terusan konstruksi berat,pipa air,jembatan kereta api dan instalasi
listrik
9. Pengangkutan barang-barang dan penumpang laut
10. Pengangkutan barang-barang penumpang di udara
11. Pabrik korek api
12. Pertambangan minyak mentah dan gas bumi
13. Penggalian batu
14. Penggalian tanah liat
15. Penggalian pasir
16. Penggalian gamping
17. Penggalian belerang
18. Tambang intan dan batu perhiasan
19. Pertambangan lainnya
20. Tambang emas dan perak
21. Penghasilan batu bara
22. Tambang besi mentah
23. Tambang timah
24. Tambang bauksit
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
LAMPIRAN II
BESARNYA JAMINAN KECELAKAAN KERJA
A.Santunan.
1. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) 4 bulan pertama 100% X upah sebulan,4 bulan kedua 75%X upah
sebulan dan bulan seterusnya 50% X upah sebulan.
2. Santunan Cacad :
a. Santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus (Lumpsum) dengan besarnya % sesuai
tabel X 60 bulan upah .
b. Santunan cacad total untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus (Lumpsum) dan secara berkala dengan
besarnya santunan adalah :
b.1. Santunan sekaligus sebesar 70% X 60 bulan upah
b.2. Santunan berkala sebesar Rp.25.000,- selama 24 bulan
c. Santunan cacad kekurangan fungsi dibayarkan secara sekaligus (Lumpsum) dengan besarnya santunan adalah : %
berkurangnya fungsi X % sesuai tabel X 60 bulan upah.
3. Santunan Kematian dibayarkan secara sekaligus (Lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah :
a. Santunan sekaligus sebesar 60 % X 60 bulan upah,sekurang-kurangnya sebesar Jaminan Kematian.
b. Santunan berkala sebesar Rp.25.000,- bulan.
c. Biaya pemakaman sebesar Rp.200.000,-
B. Pengobatan dan perawatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan:
1. Dokter;
2. Obat;
3. Operasi;
4. Rotgen,Labotarium;
5. Perawatan Puskesmas Rumah Sakit Umum kelas I;
6. Gigi;
25. Tambang mangan
26. Tambang logam lainnya
27. Lori perkebunan
28. Pabrik bahan peledak,bahan petasan,pabrik kembang api.
7. Mata;
8. Jasa tabib/sinhse/tradisional yang telah mendapatkan ijin resmi dari instansi yang berwenang. Seluruhnya biaya yang
dikeluarkan untuk satu peristiwa kecelakaan untuk satu peristiwa kecelakaan tersebut pada B1 sampai dengan B 8
dibayarkan maksimum Rp.3.000.000,-
C. Biaya rehabilitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu (orthose)dan atau alat pengganti (prothese) diberikan
satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Profesor Dokter Suharso
Surakarta dan ditambah 40% dari harga tersebut.
D. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja Besarnya santunan dan biaya pengobatan/perawatan sama dengan A dan B.
E. Ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan kerja ke Rumah Sakit diberikan penggantian biaya
sebagai berikut :
1. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungaib maksimum sebesar Rp.1000.000,-
2. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimum sebesar Rp.200.000,-
3. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimum sebesar Rp.250.000,-
II. TABEL PERSENTASE SANTUNAN TUNJANGAN CACAD TETAP SEBAGIAN DAN CACAD-CACAD LAINNYA.
MACAM CACAD TETAP SEBAGIAN % X UPAH
* Lengan kanan dari sendi bahu ke bawah 40
* Lengan kiri dari sendi bahu ke bawah 35
* Lengan kanan dari atau dari atas siku ke bawah 35
* Lengan kiri dari atau dari atas siku kebawah 30
* Tangan kanan dari atau dari atas pergelangan ke bawah 32
* Tangan kiri dari atau dari atas pergelangan ke bawah 28
* Kedua belah kaki dari pangkal paha ke bawah 70
* Sebelah kaki dari pangkal paha ke bawah 35
* Kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah 50
* Sebelah kaki dari mata kaki ke bawah 25
* Kedua belah mata 70
* Sebelah mata atau diplopia pada penglihatan dekat 35
* Pendengaran pada kedua belah telinga 40
* Pendengaran pada sebelah telinga 20
* Ibu jari tangan kanan 15
* Ibu jari tangan kiri 12
* Telunjuk tangan kanan 9
* Telunjuk tangan kiri 7
* Salah satu jari lain tangan kanan 4
* Salah satu jari lain tangan kiri 3
* Ruas pertama telunjuk kanan 4,5
* Ruas pertama telunjuk kiri 3,5
* Ruas pertama jari lain tangan kanan 2
* Ruas pertama jari lain tangan kiri 1,5
* Salah satu ibu jari kaki 5
* Salah satu jari telunjuk; kaki 3
* Salah satu jari kaki lain 2
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
CACAD - CACAD LAINNYA % X UPAH
* Terkelupasnya kulit kepala 10 - 30
* Impotensi 30
* Kaki memendek sebelah : kurang dari 5 cm 10
5 - 7,5 cm 20
7,5 cm atau lebih 30
* Penurunan daya dengar kedua belah telinga setiap 10 desibel 6
* Penurunan daya dengar sebelah telinga setiap 10 desibel 3
* Kehilangan daun telinga sebelah 5
* Kehilangan kedua belah daun telinga 10
* Cacad hilangnya cuping hidung 30
* Perforasi sekat rongga hidung 15
* Kehilangan daya penciuman 10
* Hilangnya kemampuan kerja phisik
- 50 % - 70 % 40
- 25 %-50 % 20
- 10 %- 25 % 5
* Hilangnya kemampuan kerja mental tetap 70
* Kehilangan sebagian fungsi penglihatan 7
Setiap kehilangan efisiensi tajam penglihatan 10 %
Apabila efisiensi penglihatan kanan dan kiri berbeda,maka efisiensi
penglihatan binokuler dengan rumus kehilangan
efisiensi penglihatan : (3 x % ef.peng.terbaik) + % ef.peng.terburuk.
Setiap kehilangan efisiensi tajam penglihatan 10 %
7
Kehilangan penglihatan warna 10
Setiap kehilangan lapangan pandang 10 % 7

PERATURAN PEMERINTAH NO. 08 TH 1981
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1981
TENTANG
PERLINDUNGAN UPAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari Pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang
telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut sutau persetujuan, atau
peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh,
termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya.
b. Pengusaha ialah :
1. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri.
2. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
3. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan termaksud pada angka 1 dan
2 diatas, yang berkedudukan di luar Indonesia.
c. Buruh adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah.
d. Menteri adalah Menteri yang betanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus.
Pasal 3
Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk
pekerjaan yang sama nilainya.
Menimbang : a. Bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, sehingga perlu disusun suatu peraturan perundang-undangan
sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969.
b. Bahwa sebagai pelaksanaan tersebut huruf a dipandang perlu mengatur perlindungan upah
dalam suatu Peraturan Pemerintah.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Organisasi Perburuhan
Internasional Nomor 100 mengenai pengupahan bagi buruh laki-laki dan wanita untuk
pekerjaan yang sama nilainya (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 171).
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai
Tenaga Kerja ( Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2912).
M EM U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN UPAH.
Pasal 4
Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan.
Pasal 5
1. Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, pengusaha wajib membayar upah buruh :
a. Jika buruh sendiri sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Untuk 3 (tiga) bulan pertama, dibayar 100 % (seratus persen) dari upah;
2. Untuk 3 (tiga) bulan kedua, dibayar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari upah.
3. Untuk 3 (tiga) bulan ketiga, dibayar 50 % (lima puluh persen) dari upah;
4. Untuk 3 (tiga) bulan keempat, dibayar 25 % (dua puluh lima persen) dari upah.
b. Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud dibawah ini, dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Buruh sendiri kawin, dibayar untuk selama 2 (dua) hari.
2. Menyunatkan anaknya, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
3. Membaptiskan anak, dibayarkan untuk selama 1 (satu) hari.
4. Mengawinkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari.
5. Anggota keluarga meninggal dunia yaitu suami/istri, orang tua/mertua atau anak, dibayar untuk selama 2 (dua) hari.
6. Istri melahirkan anak, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
2. Dalam hal pengusaha tidak mampu memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, pengusaha
dapat mengajukan izin penyimpangan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
3. Jika dalam suatu peraturan perusahaan atau perjanjian perburuhan terdapat ketentuan-ketentuan yang lebih baik daripada
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ketentuan dalam peraturan perusahaan atau perjanjian
perburuhan tersebut tidak boleh dikurangi.
Pasal 6
1. Pengusaha wajib membayar upah yang biasa dibayarkan kepada buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena
sedang menjalankan kewajiban Negara, jika dalam menjalankan kewajiban Negara tersebut buruh tidak mendapatkan
upah atau tunjangan lainnya dari Pemerintah tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun.
2. Pengusaha wajib membayar kekurangan atas upah yang biasa dibayarkannya kepada buruh yang dalam menjalankan
kewajiban Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bilamana jumlah upah yang diperolehnya kurang dari upah
yang biasa diterima dari perusahaan yang bersangkutan, tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun.
3. Pengusaha tidak diwajibkan untuk membayar upah, bilamana buruh yang dalam menjalankan kewajiban Negara tersebut
telah memperoleh upah serta tunjangan lainnya yang besarnya sama atau lebih dari upah yang biasa ia terima dari
perusahaan yang bersangkutan.
4. Pengusaha wajib untuk tetap membayar upah kepada buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaannya karena
memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan, tetapi tidak melebihi 3 (tiga) bulan.
Pasal 7
Upah buruh selama sakit dapat diperhitungkan dengan suatu pembayaran yang diterima oleh buruh tersebut yang timbul dari
suatu peraturan perundang-undangan atau peraturan perusahaan atau sesuatu dana yang menyelenggarakan jaminan sosial
ataupun suatu pertanggungan.
Pasal 8
Pengusaha wajib untuk membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, akan tetapi
pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang dialami oleh pengusaha yang
seharusnya dapat ia hindari.
Pasal 9
Bila upah tidak ditetapkan berdasarkan suatu jangka waktu, maka untuk menghitung upah sebulan ditetapkan berdasarkan upah
rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir yang diterima oleh buruh.
Pasal 10
1. Upah harus dibayarkan langsung kepada buruh pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian.
2. Pembayaran upah secara langsung kepada buruh yang belum dewasa dianggap sah, apabila orang tua atau wali buruh
tidak mengajukan keberatan yang dinyatakan secara tertulis.
3. Pembayaran upah melalui pihak ketiga hanya diperkenankan bila ada surat kuasa dari buruh yang bersangkutan yang
karena sesuatu hal tidak dapat menerimanya secara langsung.
4. Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) hanya berlaku untuk satu kali pembayaran.
5. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 11
Pada tiap pembayaran seluruh jumlah upah harus dibayarkan.
BAB II
BENTUK UPAH
Pasal 12
1. Pada dasarnya upah diberikan dalam bentuk uang.
2. Sebagian dari upah dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras, obat-obatan atau bahan obat-obatan,
dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25 % (dua puluh lima persen) dari nilai upah yang seharusnya diterima.
Pasal 13
1. Pembayaran upah harus dilakukan dengan alat pembayaran yang sah dari Negara Republik Indonesai.
2. Bila upah ditetapkan dalam mata uang asing, maka pembayaran akan dilakukan berdasarkan kurs resmi pada hari dan
tempat pembayaran.
Pasal 14
Setiap ketentuan yang menetapkan sebagian atau seluruh upah harus dipergunakan secara tertentu, ataupun harus dibelikan
barang, tidak diperbolehkan dan karenanya adalah batal menurut hukum, kecuali jika penggunaan itu timbul dari suatu peraturan
perundang-undangan.
Pasal 15
1. Bila diadakan perjanjian antara buruh dan pengusaha mengenai suatu ketentuan yang merugikan buruh dan yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan atau peraturan perundang-undangan
lainnya dan karenanya menjadi batal menurut hukum, maka buruh berhak menerima pembayaran kembali dari bagian
upah yang ditahan sebagai perhitungan terhadap upahnya, dan dia tidak diwajibkan mengembalikan apa yang telah
diberikan kepadanya untuk memenuhi perjanjian.
2. Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1), apabila ada permintaan dari pengusaha atau buruh, badan yang diserahi
urusan perselisihan perburuhan dapat membatasi pengembalian itu sekurang-kurangnya sama dengan jumlah kerugian
yang diderita oleh buruh.
BAB III
CARA PEMBAYARAN UPAH
Pasal 16
Bila tempat pembayaran upah tidak ditentukan dalam perjanjian atau peraturan perusahaan, maka pembayaran upah dilakukan di
tempat buruh biasa bekerja, atau di kantor perusahaan.
Pasal 17
Jangka waktu pembayaran upah secepat-cepatnya dapat dilakukan seminggu sekali atau selambat-lambatnya sebulan sekali,
kecuali bila perjanjian kerja untuk waktu kurang dari satu minggu.
Pasal 18
Bilamana upah tidak ditetapkan menurut jangka waktu tertentu, maka pembayaran upah disesuaikan dengan ketentuan pasal 17
dengan pengertian bahwa upah harus dibayar sesuai dengan hasil pekerjaannya dan atau sesuai dengan jumlah hari atau waktu
dia bekerja.
Pasal 19
1. Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari dimana
seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5 % (lima persen) untuk tiap hari keterlambatan. Sesudah hari
kedelapan tambahan itu menjadi 1 % (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu
untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50 % (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.
2. Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka disamping berkewajiban untuk membayar sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit
perusahaan yang bersangkutan.
3. Penyimpangan yang mengurangi ketentuan dalam pasal ini adalah batal menurut hukum.
BAB IV
DENDA DAN POTONGAN UPAH
Pasal 20
1. Denda atas pelanggaran sesuatu hal hanya dapat dilakukan bila hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis
atau peraturan perusahaan.
2. Besarnya denda untuk setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditentukan dan dinyatakan dalam
mata uang Republik Indonesia.
3. Apabila untuk satu perbuatan sudah dikenakan denda, pengusaha dilarang untuk menuntut ganti rugi terhadap buruh yang
bersangkutan.
4. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 21
1. Denda yang dikenakan oleh pengusaha kepada buruh, baik langsung maupun tidak langsung tidak boleh dipergunakan
untuk kepentingan pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda tersebut.
2. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 22
1. Pemotongan upah oleh pengusaha untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan bilamana ada surat kuasa dari buruh.
2. Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah semua kewajiban pembayaran oleh buruh terhadap Negara atau iuran sebagai
peserta pada suatu dana yang menyelenggarakan jaminan sosial yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan.
3. Setiap surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditarik kembali pada setiap saat.
4. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 23
1. Ganti rugi dapat dimintakan oleh pengusaha dari buruh, bila terjadi kerusakan barang atau kerugian lainnya baik milik
pengusaha maupun milik pihak ketiga oleh buruh karena kesengajaan atau kelalaian.
2. Ganti rugi demikian harus diatur terlebih dahulu dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan dan setiap
bulannya tidak boleh melebihi 50 % (lima puluh persen) dari upah.
BAB V
PERHITUNGAN DENGAN UPAH
Pasal 24
1. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah adalah :
a. Denda, potongan, dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23.
b. Sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis.
c. Uang muka atas upah, kelebihan upah yang telah dibayarkan dan cicilan hutang buruh kepada pengusaha, dengan
ketentuan harus ada tanda bukti tertulis.
2. Perhitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 50 % (lima puluh persen) dari setiap pembayaran
upah yang seharusnya diterima.
3. Setiap saat yang memberikan wewenang kepada pengusaha untuk mengadakan perhitungan lebih besar daripada yang
diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah batal menurut hukum.
4. Pada waktu pemutusan hubungan kerja seluruh hutang piutang buruh dapat diperhitungkan dengan upahnya.
Pasal 25
Bila uang yang disediakan oleh pengusaha untuk membayar upah disita oleh Juru Sita, maka penyitaan tersebut tidak boleh
melebihi 20 % (dua puluh persen) dari jumlah upah yang harus dibayarkan.
Pasal 26
1. Bila upah digadaikan atau dijadikan jaminan hutang, maka angsuran tiap bulan daripada hutang itu tidak boleh melebihi 20
% (dua puluh persen) dari sebulan.
2. Ketentuan ayat (1) berlaku juga apabila penggadaian atau jaminan itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga.
Pasal 27
Dalam hal pengusaha dinyatakan pailit, maka upah buruh merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan tentang kepailitan yang berlaku.
Pasal 28
Bila buruh jatuh pailit, maka upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak termasuk dalam kepailitan
kecuali ditetapkan lain oleh hakim dengan ketentuan tidak melebihi dari 25 % (dua puluh lima persen).
Pasal 29
1. Bila upah baik untuk sebagian ataupun untuk seluruhnya, didasarkan pada keterangan-keterangan yang hanya dapat
diperoleh dari buku-buku pengusaha, maka buruh atau kuasa yang ditunjuknya berhak untuk menerima keterangan dan
bukti-bukti yang diperlukan dari pengusaha.
2. Apabila permintaan keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhasil maka buruh atau kuasa yang
ditunjuknya berhak meminta bantuan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya.
3. Segala sesuatu yang diketahui atas keterangan-keterangan serta bukti-bukti oleh buruh atau kuasa yang ditunjuknya atau
Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib dirahasiakan, kecuali bila
keterangan tersebut dimintakan oleh badan yang diserahi urusan penyelesaian perselisihan perburuhan.
Pasal 30
Tuntutan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi daluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2
(dua) tahun.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31
Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan Pasal 8 dipidana dengan
pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).
Pasal 32
Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22, disamping perbuatan tersebut batal menurut hukum
juga dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu
rupiah).
Pasal 33
Buruh atau ahli yang ditunjuknya atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri yang dengan sengaja membocorkan rahasia yang harus
disimpannya sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratu ribu rupiah).
Pasal 34
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33 adalah pelanggaran.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maka ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan upah,
sejauh telah diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 36
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Maret 1981
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Maret 1981
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, SH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 8
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1981
TENTANG
PERLINDUNGAN UPAH
UMUM
Pengaturan pengupahan yang berlaku di Indonesia pada saat ini masih tetap dipakai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
jiwanya sudah tidak
sesuai lagi. Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja,
maka pengaturan tentang perlindungan upah secara nasional dirasakan makin mendesak.
Sesuai dengan perkembangan ekonomi yang diupayakan ke arah stabilitas yang makin mantap maka pengaturan tentang
perlindungan upah dalam Peraturan Pemerintah ini diarahkan pula kepada sistim pembayaran upah secara keseluruhan
Pengertian upah secara keseluruhan dimaksudkan di sini tidak termasuk upah lembur. Pada pokoknya sistim ini didasarkan atas
prestasi seseorang buruh atau dengan perkataan lain bahwa upah itu tidak lagi dipengaruhi oleh tunjangan-tunjangan yang tidak
ada hubungannya dengan prestasi kerja.
Pembayaran upah pada prinsipnya harus diberikan dalam bentuk uang, namun demikian dalam Peraturan Pemerintah ini tidak
mengurangi kemungkinan pemberian sebagian upah dalam bentuk barang yang jumlahnya dibatasi.
Peraturan Pemerintah ini pada pokoknya mengatur perlindungan upah secara umum yang berpangkal tolak kepada fungsi upah
yang harus mampu menjamin kelangsungan hidup bagi buruh dan keluarganya.
Untuk menuju kearah pengupahan yang layak bagi buruh perlu ada pengaturan upah minimum tetapi mengingat sifat
kekhususannya belum diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1.
Huruf a.
Yang dimaksud imbalan adalah termasuk juga sebutan honorarium yang diberikan oleh pengusaha kepada buruh secara teratur
dan terus menerus.
Huruf b.
Yang dimaksud orang adalah seorang manusia pribadi yang mengurus atau mengawasi perusahaan secara langsung. Yang
dimaksud dengan persekutuan adalah suatu bentuk usaha bersama yang bukan badan hukum yang bertujuan untuk mencari
keuntungan misalnya CV, Firma, Maatschap dan lain-lain maupun yang tidak mencari keuntungan misalnya Yayasan. Yang
dimaksud dengan badan hukum adalah perseroan yang didaftar menurut undang-undang tentang perseroan atau jenis badan
hukum lainnya yang didirikan dengan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku misalnya perkumpulan,
koperasi, dan lain sebagainya.
Yang dimaksud dengan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang dijalankan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak,
baik milik swasta maupun milik Negara yang mempekerjakan buruh, sedangkan usaha sosial dan usaha lain yang tidak berbentuk
perusahaan dipersamakan dengan perusahaan apabila mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain sebagaimana
layaknya perusahaan mempekerjakan buruh, misalnya Yayasan dan lain-lain.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d.
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Yang dimaksud dengan tidak boleh mengadakan diskriminasi ialah bahwa upah dan tunjangan lainnya yang diterima oleh buruh
pria sama besarnya dengan upah dan tunjangan lainnya yang diterima oleh buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Bahwa azas tidak bekerja tidak dibayar tidak sewajarnya untuk diterapkan secara mutlak. Oleh karena itu bagi buruh yang tidak
dapat melakukan pekerjaan karena alasan tersebut a dan b upah tersebut masih harus diberikan. Akan tetapi pembayaran upah
yang demikian tidak dapat dilakukan secara penuh dan terus menerus karena itu perlu ditetapkan jumlah serta jangka waktunya.
Pengertian sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) a, tidak termasuk sakit karena kecelakaan kerja sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang kecelakaan kerja.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Buruh sebagai warga negara tidak terlepas dari kemungkinan untuk memikul tugas dan kewajiban yang diberikan oleh
Pemerintah, misalnya wajib militer, tugas-tugas dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, serta tugas dan kewajiban lainnya
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Pembayaran kekurangan gaji atau upah dimaksudkan agar tidak menjadi beban yang berat bagi buruh dan keluarganya di satu
pihak dan pengusaha di lain pihak.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Dengan mengingat keuangan perusahaan, maka dalam hal buruh yang menjalankan ibadah tersebut lebih dari 1 (satu) kali,
pengusaha tidak diwajibkan membayar upahnya.
Pasal 7
Pembayaran dari pertanggungan dapat diperhitungkan menurut pasal ini adalah khususnya mengenai pertanggungan upah buruh
selama sakit iurannya dibayar oleh pengusaha. Dalam hal pembayaran dari pertanggungan itu kurang dari upah yang seharusnya
diterima buruh selama sakit maka kekurangan tersebut harus dibayar oleh pengusaha. Akan tetapi bila buruh telah menerima
pembayaran sesuai atau lebih dari upah yang seharusnya dia terima selama sakit, maka pengusaha tidak berkewajiban untuk
membayarkan lagi.
Pasal 8
Halangan yang secara kebetulan dialami oleh pengusaha, tidak termasuk kehancuran atau musnahnya perusahaan beserta
peralatan yang dikarenakan oleh bencana alam, kebakaran atau peperangan sehingga tidak memungkinkan lagi perusahaan
tersebut berfungsi atau menjalankan kegiatannya" Force mayeure".
Pasal 9
Maksud pasal ini adalah untuk mempermudah atau memberikan patokan dalam menghitung upah sebulan dalam hal terjadi
antara lain pemutusan hubungan kerja, lembur dan sebagainya.
Pasal 10
Ayat (1) sampai dengan ayat (5)
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan agar pembayaran upah tidak jatuh kepada orang yang tidak berhak. Oleh karena itu
pembayaran upah melalui pihak ketiga harus menggunakan surat kuasa. Pengertian buruh yang belum dewasa diartikan baik
buruh laki-laki maupun perempuan yang telah berusia 14 (empat belas) tahun akan tetapi belum mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun.
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat (1) dan ayat (2)
Untuk menuju ke arah sistim pembayaran upah bersih, maka upah harus dibayar dalam bentuk uang, prinsip tersebut diharapkan
bahwa buruh akan dapat menggunakan upahnya secara bebas sesuai dengan keinginannya dan kebutuhannya.
Penerapan prinsip tersebut sekali-kali tidak mengurangi kemungkinan untuk memberikan sebagian upahnya dalam bentuk lain.
Bentuk lain adalah hasil produksi atau barang yang mempunyai nilai ekonomi bagi buruh.
Pasal 13
Ayat (1) dan ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 14
Larangan dalam pasal ini dimaksudkan untuk mencegah belanja paksa ("enforced shopping"). Buruh harus bebas dalam hal
mempergunakan upah seperti yang dikehendakinya. Sedang pengusaha tidak diperbolehkan mengikat buruh dalam
mempergunakan upahnya.
Pasal 15
Ayat (1) dan ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Jika upah ditetapkan menurut hasil pekerjaan maka pembayarannya sesuai dengan ketentuan Pasal 17, dengan ketentuan
besarnya upah disesuaikan dengan hasil pekerjaannya.
Pasal 19
Ayat (1) sampai dengan ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 20
Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Yang dimaksud dengan pelanggaran sesuatu hal dalam ayat (1) adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban buruh yang
telah ditetapkan dengan perjanjian tertulis antara pengusaha dan buruh.
Pasal 21
Ayat (1) dan ayat (2)
Penggunaan uang denda sama sekali tidak boleh untuk kepentingan pribadi pengusaha baik langsung ataupun tidak, melainkan
untuk kepentingan buruh, misalnya untuk dana buruh. Cara penggunaan uang denda ini harus juga ditetapkan dalam surat
perjanjian atau peraturan perusahaan.
Pasal 22
Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Cukup Jelas.
Pasal 23
Ayat (1) dan ayat (2)
Kerugian lainnya dapat terdiri dari kerugian materiil atau ekonomis.
Pasal 24
Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Pembatasan perhitungan tidak boleh lebih dari 50 % (lima puluh persen) dimaksudkan, agar buruh tidak kehilangan semua upah
yang diterimanya.
Kemungkinan perhitungan dengan upah buruh dapat terdiri dari denda, potongan, ganti rugi dan lain-lain.
Untuk menjamin kehidupan yang layak bagi buruh, maka pengusaha harus mengusahakan sedemikian rupa sehingga jumlah
perhitungan tersebut tidak melebihi 50 % (lima puluh persen).
Pasal 25
Cukup Jelas.
Pasal 26
Ayat (1) dan ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Kemungkinan seorang buruh akan dapat jatuh pailit yang disebabkan tidak terbayarnya hutang kepada pihak lain, baik kepada
pengusaha ataupun kepada orang lain. Untuk menjamin kehidupan buruh yang keseluruhan harta bendanya disita, maka perlu
ada jaminan untuk hidup bagi dirinya beserta keluarganya.
Oleh karena itu dalam pasal ini upah dan pembayaran lainnya yang menjadi hak buruh, tidak termasuk dalam kepailitan.
Penyimpangan terhadap ketentuan pasal ini hanya dapat dilakukan oleh hakim dengan batas sampai dengan 25 % (dua puluh
lima persen).
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31 sampai dengan Pasal 33
Ketentuan pidana yang dikenakan dalam Pasal-Pasal tersebut adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja yang merupakan Undangundang
Induk daripada Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 34
Penetapan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 33 sebagai pelanggaran adalah sesuai
dengan ketentuan Pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai
Tenaga Kerja yang merupakan Undang-undang Induk dari pada Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 35
Ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan upah antara lain adalah ketentuan-ketentuan
yang tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu : 1601p; 1601q; 1601r; 1601s; 1601t; 1601u; 1601v; 1602;
1602a; 1602b; 1602c; 1602d; 1602e; 1602f; 1602g; 1602h; 1602i; 1602j; 1602k; 1602l; 1602m; 1602n; 1602o; 1602p; 1602q;
1602r; 1602s; 1602t; 1602u; 1602v alinea 5, 1968 alinea 3 dan 1971 sepanjang yang menyangkut upah.
Pasal 36
Cukup Jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3190
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH
NO. 8 TAHUN 1981
TENTANG PERLINDUNGAN UPAH
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
SURAT EDARAN
NO: SE-01/MEN/1982
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 8 TAHUN 1981
TENTANG PERLINDUNGAN UPAH
Untuk keseragaman dalam menangani permasalahan yang mungkin timbul sebagai akibat pelaksanaan Peraturan Pemerintah
No. 8 Tahun 1981- tentang Perlindungan Upah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 8 Tambahan
Lembaran Negara No. 3190) perlu adanya satu kesatuan pengertian yang harus diperhatikan sebagai pedoman bagi para
petugas di lapangan khususnya dalam jajaran Direktorat Jenderal Binalindung Tenaga Kerja. Terhadap beberapa ketentuan yang
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut masih diperlukan adanya penjelasan lebih lanjut yang perlu diperhatikan yaitu
antara lain sebagai berikut :
1. Pasal 1 huruf c berbunyi sebagai berikut :
" Buruh adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah".
Penjelasan :
Dalam ketentuan ini pengertian "buruh" tidak termasuk tenaga kerja yang berstatus non organik dan/atau yang bekerja
secara insidentil pada suatu perusahaan. Yang dimaksud dengan tenaga kerja berstatus non organik adalah tenaga kerja
yang bekerja pada perusahaan secara tidak teratur dan secara organisatoris tidak mempunyai fungsi pokok dalam
perusahaan tersebut, misalnya : Dokter perusahaan, Konsultan perusahaan.
Yang dimaksud dengan tenaga kerja yang bekerja insidentil adalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan dengan
tidak berkesinambungan baik yang disebabkan karena waktu maupun sifat pekerjaan, misalnya tenaga kerja bongkar
muat.
2. Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :
" Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus".
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan "pada saat adanya hubungan kerja" adalah sejak adanya perjanjian kerja baik tertulis maupun
tidak tertulis antara pengusaha dan buruh.
3. Pasal 3 berbunyi sebagai berikut :
"Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk
pekerjaan yang sama nilainya"
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan pekerjaan yang sama nilainya dalam ketentuan ini adalah pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan
dengan uraian jabatan (Job discription) yang sama pada suatu perusahaan.
4. Pasal 4 berbunyi sebagai berikut :
" Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan "
Penjelasan :
Ketentuan ini merupakan suatu azas yang pada dasarnya berlaku terhadap semua golongan buruh, kecuali bila buruh
yang bersangkutan tidak dapat bekerja bukan disebabkan oleh kesalahan buruh.
5. Pasal 5 ayat (1) huruf a berbunyi sebagai berikut :
" Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 pengusaha wajib membayar upah buruh".
a. Jika buruh sendiri sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan ketentuan sebagai berikut :
1. untuk 3 (tiga) bulan pertama, dibayar 100 % (seratus persen) dari upah.
2. untuk 3 (tiga) bulan kedua, dibayar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari upah.
3. untuk 3 (tiga) bulan ketiga, dibayar 50 % (lima puluh persen) dari upah.
4. untuk 3 (tiga) bulan keempat, dibayar 25 % (dua puluh lima persen) dari upah.
Penjelasan :
Ketentuan pembayaran upah dengan bertahap berlaku bagi buruh yang sakit terus menerus.
Termasuk sakit terus menerus adalah penyakit menahun atau berkepanjangan, demikian pula apabila buruh yang setelah
sakit lama mampu bekerja kembali tetapi dalam waktu 4 Minggu sakit kembali.
Misalnya : pada 3 (tiga) bulan pertama buruh jatuh sakit dia berhak atas upah 100 %, kemudian masuk bekerja tetapi
kurang dari 4 (empat) minggu buruh jatuh sakit lagi dengan penyakit yang sama atau dengan komplikasi yang
ditimbulkannya maka dalam hal ini buruh berhak atas upah 75 % selama 3 (tiga) bulan. Akan tetapi jika buruh setelah
jatuh sakit, masuk bekerja kembali selama 4 (empat) minggu atau lebih, kemudian jatuh sakit lagi dengan penyakit yang
sama atau komplikasinya maka selama sakit buruh berhak atas upah 100 % selama 3 (tiga) bulan. Bulan yang dipakai
untuk menghitung lamanya sakit adalah bulan atau waktu dimana buruh jatuh sakit, jadi bukan bulan kalender. Untuk
pelaksanaan pasal ini diperlukan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh perusahaan.
Apabila dalam suatu perusahaan terdapat perjanjian perburuhan atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja yang
memuat ketentuan upah selama sakit tidak mengikuti pertahapan sesuai pasal ini dapat dibenarkan apabila setiap kurun
waktu 3 (tiga) bulan sekurang-kurangnya sama dengan besarnya prosentase pasal 5 tersebut.
Contoh yang dapat dibenarkan :
3 (tiga) bulan pertama 100 %
3 (tiga) bulan kedua 75 %
6 (enam) bulan berikutnya 50 %
Contoh yang tidak dibenarkan :
3 (tiga) bulan pertama 100 %
3 (tiga) bulan kedua 60 %
6 (enam) bulan berikutnya 50 %
Bila dalam waktu sakit berkepanjangan tersebut timbul hak atas cuti ber upah(cuti tahunan, cuti hamil) maka hari-hari cuti
tersebut upahnya 100 %.
6. Pasal 6 ayat (4) berbunyi sebagai berikut :
"Pengusaha wajib untuk tetap membayar upah kepada buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaannya karena
memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan tetapi tidak melebihi 3 ( tiga ) bulan. "
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan " Selama waktu yang diperlukan" dalam pasal ini adalah lamanya waktu untuk melaksanakan
ibadah agamanya sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI dari waktu ke waktu.
Misalnya : pada tahun 1981 waktu yang diperlukan untuk melaksanakan ibadah haji adalah 40 (empat puluh) hari,
dengan demikian pengusaha wajib membayar upah buruh selama 40 hari.
7. Pasal 8 berbunyi sebagai berikut :
" Pengusaha wajib untuk membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaannya yang telah dijanjikan,
akan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang dialami oleh
pengusaha yang seharusnya dapat ia hindari".
Penjelasan :
Dengan adanya ketentuan pasal ini maka pemberian uang tunggu, yang bukan dalam kaitan dengan pemberhentian
sementara (schorsing) yang selama ini dilakukan oleh pengusaha tidak diperkenankan lagi oleh karenanya pengusaha
harus membayar upah penuh kepada buruh.
Misalnya : Buruh yang diperintahkan untuk menunggu kedatangan suatu kapal dimana kalau kapal tersebut tiba, buruh
akan membongkar muat barang, tetapi karena sesuatu hal kapal tersebut tidak datang, maka pengusaha harus membayar
upah buruh sesuai dengan perjanjian.
8. Pasal 10 ayat (3) berbunyi sebagai berikut :
"Pembayaran upah melalui pihak ketiga hanya diperkenankan bila ada surat kuasa dari buruh yang bersangkutan yang
karena sesuatu hal tidak dapat menerimanya secara langsung"
Penjelasan :
Apabila surat kuasa tersebut bersifat kolektif maka surat kuasa tersebut perlu diketahui lebih dahulu oleh Kantor Direktorat
Jenderal Binalindung Tenaga Kerja setempat.
9. Pasal 12 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
" Sebagian dari upah dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras, obat-obatan atau bahan obat-obatan,
dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25 % (dua puluh lima persen) dari nilai upah yang seharusnya diterima.
Penjelasan :
Apabila selama ini suatu perusahaan memberikan upah dalam bentuk natura lebih dari 25 % maka selanjutnya kelebihan
prosentase tersebut harus diwujudkan dalam bentuk uang.
Misalnya : Jika sebagian upah diberikan dalam bentuk natura 30 % maka yang kelebihan 5 % tersebut harus diwujudkan
dalam bentuk uang.
10. Pasal 13 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
" Bila upah ditetapkan dalam mata uang asing, maka pembayaran akan dilakukan berdasarkan kurs resmi pada hari dan
tempat pembayaran.
Penjelasan :
Yang dipakai untuk menghitung kurs resmi adalah kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada saat pembayaran upah.
11. Pasal 15 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
" Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1), apabila ada permintaan dari pengusaha atau buruh, badan yang diserahi
tugas urusan perselisihan perburuhan dapat membatasi pengembalian itu sekurang-kurangnya sama dengan jumlah
kerugian yang diderita oleh buruh".
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan Badan yang diserahi urusan Perselisihan Perburuhan ialah Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan tersebut dalam Undang-undang No.22 Tahun 1957 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 No.42
Tambahan Lembaran Negara No. 1227).
12. Pasal 19 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
" Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka disamping berkewajiban untuk membayar sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga yang ditetapkan oleh Bank untuk
kredit perusahaan yang bersangkutan".
Penjelasan :
Untuk menentukan besarnya prosentase bunga karena keterlambatan membayar upah buruh adalah : Apabila di
perusahaan tersebut terdapat beberapa jenis kredit, maka yang dipakai untuk menentukan besarnya diambil bunga kredit
yang paling menguntungkan buruh.
13. Pasal 21 ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
" Denda yang dikenakan oleh pengusaha kepada buruh, baik langsung maupun tidak langsung tidak boleh dipergunakan
untuk kepentingan pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda tersebut".
Penjelasan :
Denda yang dikenakan kepada buruh juga tidak dapat digunakan untuk kepentingan perusahaan atau untuk kepentingan
biaya operasional perusahaan.
14. Pasal 24 ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
a. Denda, potongan, dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23;
b. Sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis;
c. Uang muka atas upah, kelebihann upah yang telah dibayarkan dan cicilan hutang buruh kepada pengusaha, dengan
ketentuan harus ada tanda bukti tertulis".
Penjelasan :
Untuk memperhitungkan hutang piutang buruh jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja selain dapat diperhitungkan dari
upah juga dari uang pesangon.
15. Pasal 33 berbunyi sebagai berikut :
" Buruh atau ahli yang ditunjuknya atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dengan sengaja membocorkan rahasia yang
harus disimpannya sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-(seratus ribu rupiah)"
Penjelasan :
Kata "Ahli" dalam pasal ini seharusnya dibaca kuasa yang ditunjuk oleh buruh seperti dimaksud pada Pasal 29.
Demikian beberapa petunjuk tersebut disampaikan kepada Saudara untuk diperhatikan dan dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal : 4 Februari 1982
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
HARUN ZAIN